Sistematika UUPA
1.
Konsideran
2.
Dasar dan Ketentuan Pokok
3.
Jenis-jenis Hak dan pendaftaran tanah
4.
Ketentuan Pidana
5.
Ketentuan Peralihan
6.
Penjelasan Umum
7.
Penjelasan Pasal Demi Pasal
Pokok-Pokok Yang Diatur Dalam UUPA
1.
Konsideran, memuat :
1. Memuat
dasar penguasaan agraria yaitu bumi, air dan ruang angkasa, sebagai karunia
Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun
masyarakat yang adil dan makmur; ini adalah dasar relio magis hubungan rakyat
Indonesia dengan agraria.
2.
Sekaligus pernyataan domain (kepenguasaan).
3.
Pernyataan mengakhiri sistem ekonomi kolonial dan mengakhiri dualisme
hukum nasional dengan hukum adat (catatan: yang feodalistik saja).
Jaminan kepastian hukum
2.
Pokok-pokok Pasal krusial (ada dalam pasal 1-15 UUPA)
Ketentuan Pokok
1. Dasar-dasar dari hukum agraria nasional.
(1) Pertama-tama dasar kenasionalan itu diletakkan
dalam pasal 1 ayat 1 , yang menyatakan, bahwa : "Seluruh wilayah In-
donesia adalah kesatuan tanah-air dari seluruh rakyat Indonesia, yang bersatu
sebagai bangsa Indonesia" dan pasal 1 ayat 2 yang berbunyi bahwa :
"Seluruh bumi,air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang
terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan
kekayaan nasional".
Hubungan abadi antara bangsa Indonesia dengan
agraria-nya : bangsa dan bumi, air serta ruang angkasa (pasal 1 ayat 3). Ini
berarti bahwa selama rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia
masih ada dan selama bumi, air serta ruang angkasa Indonesia itu masih ada
pula, dalam keadaan yang bagaimanapun tidak ada sesuatu kekuasaan yang akan
dapat memutuskan atau meniadakan hubungan tersebut.
2. Hak Menguasai Negara
Kepada Negara, sebagai organisasi kekuasaan dari
Bangsa Indonesia :
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaannya.
b. menentukan dan mengatur hak-hak yang dapat
dipunyai atas (bagian dari) bumi, air dan ruang angkasa itu.
c. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukkum
antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan
ruang angkasa.
Segala sesuatunya dengan tujuan : untuk mencapai
sebesar-besar kemakmuran rakyat dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur
(pasal 2 ayat 2 dan 3).
3. Hak Ulayat masyarakat adat diakui, sepanjang
masyarakat hukum adatnya masih ada dan sesuai denga kepentingan nasional.
Bertalian dengan hubungan antara bangsa dan bumi serta air dan kekuasaan Negara
sebagai yang disebut dalam pasal 1 dan 2 maka didalam pasal 3 diadakan
ketentuan mengenai hak ulayat dari kesatuan-kesatuan masyarakat hukum, yang
dimaksud akan mendudukkan hak itu pada tempat yang sewajarnya didalam alam
bernegara dewasa ini. Pasal 3 itu menentukan, bahwa : "Pelaksanaan hak
ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masya-rakat-masyarakat hukum adat,
sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa hingga sesuai
dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa
serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan
lain yang lebih tinggi".
4. Fungsi Sosial atas agraria, diletakkan dalam
pasal 6, yaitu bahwa
"Semua hak atas tanah mempunyai fungsi
sosial".
Ini berarti, bahwa hak atas tanah apapun yang ada
pada seseorang,
tidaklah dapat dibenarkan, bahwa tanahnya itu akan
dipergunakan atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya,
apalagi kalau hal itu menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Berhubung dengan
fungsi sosialnya, maka adalah suatu hal yang sewajarnya bahwa tanah itu harus
dipelihara baik-baik, agar bertambah kesuburannya serta dicegah kerusakannya.
Kewajiban memelihara tanah ini tidak saja dibebankan kepada pemiliknya atau
pemegang haknya yang bersangkutan, melainkan menjadi beban pula dari setiap
orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai suatu hubungan hukum dengan
tanah itu (pasal 15). Dalam melaksanakan ketentuan ini akan diperhatikan
kepentingan fihak yang ekonomis lemah.
5. Hubungan Hukum atas agraria/tanah, sesuai dengan
azas kebangsaan tersebut dalam pasal 1 maka menurut pasal 9 yo pasal 21 ayat 1
hanya warganegara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, Hak
milik tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan pemindahan hak milik kepada
orang asing dilarang (pasal 26 ayat 2). Orang-orang asing dapat mempunyai tanah
dengan hak pakai yang luasnya terbatas. Demikian juga pada dasarnya badan-badan
hukum tidak dapat mempunyai hak milik (pasal 21 ayat 2). Adapun pertimbangan untuk
(pada dasarnya) melarang badan-badan hukum mempunyai hak milik atas tanah,
ialah karena badan-badan hukum tidak perlu mempunyai hak milik tetapi cukup
hak-hak lainnya, asal saja ada jaminan-jaminan yang cukup bagi
keperluan-keperluannya yang khusus (hak guna-usaha, hak guna bangunan,hak pakai
menurut pasal 28, 35 dan 41). Dengan demikian maka dapat dicegah usaha-usaha
yang bermaksud menghindari ketentuan-ketentuan mengenai batas maksimum luas
tanah yang dipunyai dengan hak milik (pasal 17).
6. Keadilan Gender; keadilan terhadap penguasaan
tanah, disebutkan dalam pasal 9 ayat 2, bahwa : "Tiap-tiap warganegara
Indonesia baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya,
baik bagi diri sendiri maupun keluarganya"
7. Keadilan agraria, penolakan atas penguasaan
akumulatif atas tanah, dan dasar bagi kebijakan land reform/agrarian reform.
Dalam pasal 11 ayat 1, yang bermaksud mencegah terjadinya
penguasaan atas kehidupan dan pekerjaan orang lain
yang melampaui batas dalam bidang-bidang usaha agrarian hal mana bertentangan
dengan azas keadilan sosial yang berperikemanusiaan. Segala usaha bersama dalam
lapangan agraria harus didasarkan atas kepentingan bersama dalam rangka
kepentingan nasional (pasal 12 ayat 1) dan Pemerintah berkewajiban untuk
mencegah adanya organisasi dan usaha-usaha perseorangan dalam lapangan agraria
yang bersifat monopoli swasta (pasal 13 ayat 2). Bukan saja usaha swasta, tetapi
juga usaha-usaha Pemerintah yang bersifat monopoli harus dicegah jangan sampai
merugikan rakyat banyak. Oleh karena itu usaha-usaha Pemerintah yang bersifat
monopoli hanya dapat diselenggarakan dengan undang- undang (pasal 13 ayat 3).
Dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 dirumuskan suatu azas yang pada dewasa ini sedang
menjadi dasar daripada perubahan- perubahan dalam struktur pertanahan hampir
diseluruh dunia, yaitu dinegara-negara yang telah/sedang menyelenggarakan apa
yang disebut "landreform" atau "agrarian reform" yaitu,
bahwa "Tanah pertanian harus dikerjakan atau diusahakan secara aktif oleh
pemiliknya sendiri".
8. Perencanaan Agraria Nasional, rencana peruntukan,
penggunaan, penyediaan. Untuk cita-cita bangsa dan Negara tersebut diatas dalam
bidang agraria, perlu adanya suatu rencana ("planning") mengenai
peruntukan, penggunaan dan persediaan bumi, air dan ruang angkasa untuk
pelbagai kepentingan hidup rakyat dan Negara: Rencana Umum ("National
planning") yang meliputi seluruh wilayah Indonesia, yang kemudian
diperinci menjadi rencana-rencana khusus ("regional planning") dari
tiap-tiap daerah (pasal 14). Dengan adanya planning itu maka penggunaan tanah
dapat dilakukan secara terpimpin dan teratur hingga dapat membawa manfaat yang
sebesar-besarnya bagi Negara dan rakyat.
3. Dasar-Dasar untuk mengadakan kesatuan dan
kesederhanaan hukum. Dasar-dasar untuk mencapai tujuan tersebut nampak jelas
di-dalam ketentuan yang dimuat dalam Bab II. Pada pokoknya adalah ketentuan
mengenai hubungan hak dan jenis hak-hak apa saja yang ada :
1. Mengakhiri dualisme hukum barat dan hukum adat.
Sebagaimana diketahui dalam hukum barat, kedudukan masyarakat pun diatur
bertingkat. Bangsa Indonesia ini
ditempatkan pada urutan terakhir setelah Eropa, timur asing, dll. Ini harus
dikembalikan kepada pokoknya dalam kita adalah bangsa MERDEKA, pemilik sah
negeri ini. Oleh karena itu maka disusun kesatuan hukum, sesuai dengan
keinginan rakyat sebagai bangsa yang satu dan sesuai pula dengan kepentingan
perekonomian.
2. Kenyataan masih adanya ketimpangan sosial
golongan masyarakat, baik masyarakat kota dan rakyat perdesaan. Maka dalam UU
ini diatur jaminan perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis
lemah.
3. Dengan hapusnya perbedaan antara hukum-adat dan
hukum barat dalam bidang hukum agraria, maka maksud untuk mencapai,
kesederhanaan hukum.
4. Jenis-jenis hak : hak milik sebagai hak
turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah.
Hak-hak atas tanah, menurut hukum adat sebagai yang disebut dalam pasal 16 ayat
1 huruf d sampai dengan g. Ditambah 2 hak baru, yaitu hak guna-usaha (guna
perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan) dan hak guna bangunan
(guna mendirikan/mempunyai bangunan diatas tanah
orang lain) pasal 16 ayat 1 huruf b dan c). Hak-hak baru ini dibuat untuk
menggantikan hak-hak pada jaman kolonial seperti hak erfacht. Pasal ini menjadi
dasar adalah konversi hak termasuk hak erfacht.
4. Dasar-dasar untuk mengadakan kepastian hukum.
Usaha yang menuju kearah kepastian hak atas tanah ternyata dari ketentuan dari
pasal-pasal yang mengatur pendaftaran tanah. Pasal 23, 32 dan 38, ditujukan
kepada para pemegang hak yang bersangkutan, dengan maksud agar mereka
memperoleh kepastian tentang haknya itu. Sedangkanpasal 19 ditujukan kepada
Pemerintah sebagai suatu instruksi, agar diseluruh wilayah Indonesia diadakan
pendaftaran tanah yang bersifat "rechtskadaster", artinya yang
bertujuan menjamin kepastian hukum.
5. Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi pasal.
Penjelasan umum dan pasal demi pasal dalam UUPA tak
boleh dibaca terpisah dari pasal-pasal dalam UUPA. Sebab dalam penjelasan umum
dan pasal-pasal inilah semangat jaman, dan pokok-pokok pikiran para founding
father tercerminkan.
No comments:
Post a Comment