A.
Pengertian
HPI
Hukum
Perdata Internasional (HPI) adalah hukum yang mengatur hubungan hukum perdata
antara pelaku hukum yang msing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda.
·
Prof. R.H. Graveson
Conflict of
Laws atau Hukum Perdata Internasional adalah bidang hukum yang berkenaan dengan
perkara-perkara yang di dalamnya mengandung fakta relevan yang menunjukkan
perkaitan dengan suatu sistem hukum lain, baik karena aspek teritorial maupun
aspek subjek hukumnya, dan karena itu menimbulkan pertanyaan tentang penerapan
hukum sendiri atau hukum lain (yang biasanya asing), atau masalah pelaksanaan
yurisdiksi badan pengadilan sendiri atau badan pengadilan asing.
·
Prof. Van Brakel
Hukum
Perdata Internasional adalah hukum nasional yang dibuat untuk hubungan-hubungan
hukum internasional.
·
Prof. Sudargo Gautama
Hukum
Perdata Internasional adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang
menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku, atau apakah yang merupakan
hukum, jika hubungan-hubungan atau peristiwa-peristiwa antara warga(-warga)
negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik pertalian dengan
stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara, yang
berbeda dalam lingkungan kuasa, tempat, pribadi dan soal-soal.
·
Prof. J.G. Sauveplanne
Hukum
Perdata Internasional adalah keseluruhan aturan-aturan yang mengatur
hubungan-hubungan hukum perdata yang mengandung elemen-elemen internasional dan
hubungan-hubungan hukum yang memiliki kaitan dengan negara-negara asing sehingga
dapat menimbulkan pertanyaan apakah penundukan langsung ke arah hukum asing itu
tanpa harus menundukkan diri pada hukum intern (Belanda).
·
Prof. Sunaryati Hartono
Hukum
Perdata Internasional mengatur setiap peristiwa atau hubungan hukum yang
mengandung unsur asing, baik di bidang hukum publik maupun hukum privat. Inti
dari HPI adalah pergaulan hidup masyarakat internasional, maka HPI dapat
disebut sebagai hukum pergaulan internasional.
·
Mochtar Kusumaatmadja
Hukum
Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur
hubungan perdata yang melintas batas Negara.
B.
Sejarah Umum
Perkembangan HPI
Asas-asas
dan pola berpikir HPI sudah dapat dijumpai dan tumbuh di dalam pergaulan
masyarakat di masa Kekaisaran Romawi (abad ke-2 SM s/d abad ke-6 SM) seiring
dengan pertumbuhan kebudayaan Barat (western civilization) di Eropa
Daratan.
Berikut ini
penjelasan pola penyelesaian perkara-perkara HPI di pelbagai periode waktu
sampai dengan abad ke-19 di Eropa Daratan.
1. MASA
KEKAISARAN ROMAWI
(Abad ke-2 SM s/d Abad ke-6 SM)
(Abad ke-2 SM s/d Abad ke-6 SM)
Masa Kekaisaran Romawi dapat dianggap
sebagai awal perkembangan HPI. Pada masa ini pola hubungan internasional dalam
wujud sederhana sudah mulai tampak dengan adanya hubungan-hubungan antara :
a.
Warga (cives)
Romawi dengan penduduk propinsi-propinsi atau Municipia (untuk wilayah
di Italia, kecuali Roma) yang menjadi bagian dari wilayah kekaisaran karena
pendudukan. Penduduk asli propinsi-propinsi ini dianggap sebagai orang asing,
dan ditundukkan pada hukum mereka sendiri.
b.
Penduduk propinsi
atau orang asing yang berhubungan satu sama lain di wilayah kekaisaran Romawi,
sehingga masing-masing pihak dapat dianggap sebagai subjek hukum dari beberapa
yurisdiksi yang berbeda.
Untuk menyelesaikan sengketa dalam
hubungan-hubungan tersebut, dibentuk peradilan khusus yang disebut Praetor
Peregrinis.
Yang diberlakukan oleh hakim Praetor
Peregrinis adalah hukum yang dibuat untuk para cives Romawi, yaitu Ius
Civile, tetapi yang telah disesuaikan untuk kebutuhan pergaulan “antar
bangsa”, yang kemudian berkembang menjadi Ius Gentium.
Ius Gentium terdiri dari :
a.
Ius Privatuum, mengatur persoalan-persoalan hukum orang-perorangan.
Ius
Privatuum inilah yang menjadi cikal bakal HPI
yang berkembang dalam tradisi Eropa Kontinental.
b.
Ius Publicum, mengatur persoalan-persoalan kewenangan negara sebagai kekuasaan
publik.
Ius Publicum berkembang menjadi sekumpulan asas dan kaidah hukum yang mengatur
hubungan antara Kekaisaran Romawi dengan negara-negara lain (cikal bakal Hukum
Internasional Publik).
Prinsip HPI pada masa ini dilandasi asas
teritorial, artinya perkara-perkara yang menyangkut warga-warga propinsi tunduk
pada Ius Gentium sebagai bagian dari hukum kekaisaran.
Asas-asas HPI yang tumbuh dan berkembang
pada masa ini dan menjadi asas-asas penting HPI modern :
n
Asas Lex Rei Sitae (Lex Situs)
Perkara-perkara yang menyangkut
benda-benda tidak bergerak (immovable) tunduk pada hukum dari tempat
benda itu berada/terletak.
n
Asas Lex Domicili
Hak dan kewajiban perorangan harus
diatur oleh hukum dari tempat seseorang berkediaman tetap.
n
Asas Lex Loci Contractus
Terhadap perjanjian-perjanjian berlaku
hukum dari tempat pembuatan perjanjian.
2. MASA
PERTUMBUHAN ASAS PERSONAL HPI
(Abad ke-6 s/d Abad ke-10)
(Abad ke-6 s/d Abad ke-10)
Pada akhir abad ke-6 Kekaisaran Romawi
ditaklukkan oleh bangsa-bangsa barbar dari wilayah-wilayah bekas
propinsi-propinsi jajahan Romawi.
Wilayah bekas jajaran Romawi diduduki
oleh pelbagai suku bangsa yang dibedakan secara genealogis dan
bukan territorial.
Masing-masing suku bangsa memberlakukan
kaidah-kaidah hukum adat, hukum personal, hukum keluarga serta hukum agama
mereka.
Dalam menyelesaikan sengketa antar suku
bangsa, ditetapkan terlebih dahulu sistem-sistem hukum adat mana yang relevan
dengan perkara, kemudian baru dipilih hukum mana yang harus diberlakukan.
Tumbuh beberapa prinsip HPI yang dibuat
atas dasar asas Genealogis :
a.
Asas umum yang
menetapkan bahwa dalam setiap proses penyelesaian hukum, maka hukum yang
digunakan adalah hukum dari pihak tergugat;
b.
Penetapan kemampuan
untuk membuat perjanjian bagi seseorang harus dilakukan berdasarkan hukum
personal dari masing-masing pihak;
c.
Proses pewarisan
harus dilangsungkan berdasarkan hukum personal dari pihak pewaris;
d.
Peralihan hak atas
benda harus dilaksanakan sesuai dengan hukum dari pihak transferor;
e.
Penyelesaian
perkara tentang Perbuatan Melawan Hukum harus dilakukan berdasarkan hukum dari pihak pelaku perbuatan yang
melanggar hukum;
f.
Pengesahan suatu
perkawinan harus dilakukan berdasarkan hukum dari pihak suami.
3. PERTUMBUHAN
ASAS TERITORIAL
(Abad ke-11 s/d Abad ke -12)
(Abad ke-11 s/d Abad ke -12)
Pertumbuhan asas personal genealogis semakin sulit untuk
dipertahankan mengingat terjadinya transformasi struktur masyarakat yang
semakin condong ke arah masyarakat yang teritorialistik di seluruh wilayah
Eropa.
2 Kawasan Eropa yang sangat
mencolok proses transformasinya :
a. Pertumbuhan
di Eropa Utara
Di
kawasan ini (Jerman, Prancis, Inggris) masyarakat bertransformasi menjadi
masyarakat teritorialistik melaui tumbuhnya kelompok-kelompok feodalistik.
Unit-unit masyarakat yang berada di bawah kekuasaan feodal (tuan-tuan tanah)
cenderung memberlakukan hukum mereka secara eksklusif.
Tidak
ada pengakuan terhadap hak-hak asing dan tidak ada perkembangan HPI yang
berarti.
b. Pertumbuhan
di Eropa Selatan
Transformasi
berlangsung ke arah masyarakat teritorialistik disebabkan oleh pertumbuhan
kota-kota perdagangan di Italia. Dasar ikatan manusia dikarenakan tempat
kediaman di kota yang sama.
Asas-asas
hukum yang digunakan untuk menjawab perkara-perkara hukum perselisihan antara
kota inilah yang dianggap sebagai pemicu tumbuhnya teori HPI yang penting, yang
dikenal dengan sebutan teori Statuta.
4. PERTUMBUHAN
TEORI STATUTA
(Abad ke-13 s/d abad ke-15)
(Abad ke-13 s/d abad ke-15)
Di abad ke-14 s/d abad ke-15 penafsiran dan penyempurnaan terhadap
kaidah2 hukum di dalam Corpus Iuris dilakuakn khusus untuk membangun asas-asas
hukum yang dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan hukum perselisihan
(antarkota).
Dilakukan oleh kelompok Post Glossators, dengan memusatkan
perhatian pada upaya mencari dasar hukum baru untuk menyelesaikan persoalan2
hukum yang melibatkan kewenangan hukum dari 2 / lebih kota.
à Muncul
teori Statuta.
Dasar2 Teori
Statuta
Tumbuhnya
teori statuta diawali oleh seorang tokoh Post Glassator : Accursius yang
mengatakan:
“Bila seseorang yang berasa dari
kota tertentu di Italia, digugat di sebuah kota lain, maka ia tidak dapat
dituntut berdasarkan hukum dari kota lain itu, karena ia bukan subjek hukum
dari kota lain itu”.
n Gagasan
Accursius menarik perhatian Bartolus de Sassoferato (Bapak HPI).
n Bartolus
mencetuskan Teori Statuta, yang dianggap sebagai teori pertama yang mendekati
persoalan-persoalan hukum perselisihan secara metodik dan sistematik.
n Upaya yang
dilakukan oleh Bartolus :
a. Mengembangkan
asas2 yang dapat digunakan secara praktis untuk mementukan wilayah berlaku dari
setiap aturan hukum yang berlaku di sebuah kota di Italia.
b. Mengklasifikasi
tentang jenis-jenis hubungan atau persoalan hukum apa saja yang mungkin
dimasukkan ke dalam lingkup berlaku statuta2 sebuah kota.
c. Menyimpulkan
apakah statuta dari sebuah kota di Italia :
o dapat
diberlakukan juga bagi orang2 yang bukan warga kota yang bersangkutan ?
o dapat
memiliki daya berlaku juga di wilayah kota yang bersangkutan
(ekstra-teritorialitas) ?
Kesimpulan Teori Statuta :
1. Statuta-statuta
suatu kota dapat diklasifikasikan ke dalam 3 kelompok :
a. Statuta
Personalia
Statuta-statuta yang berkenaan
dengan kedudukan hukum atau status personal orang.
b. Statuta
Realia
Statuta-statuta yang berkenaan
dengan status benda.
c. Statuta
Mixta
Statuta-statuta yang berkenaan
dengan perbuatan-perbuatan hukum.
2. Setiap jenis
statuta dapat ditentukan ruang lingkup atau wilayah berlakunya secara tepat,
yaitu :
a. Statuta Personalia
Objek
pengaturan : orang dalam
persoalan-persoalan hukum yang menyangkut
pribadi dan keluarga.
Lingkup berlaku :
ekstra-teritorial, berlaku juga di luar wilayah.
Statuta personalia hanya berlaku
terhadap warga kota yang berkediaman tetap di wilayah kota yang bersangkutan,
namun statuta ini akan tetap melekat dan berlaku atas mereka, diamana pun
mereka berada.
b. Statuta
Realia
Objek pengaturan : benda
dan status hukum dari benda.
Lingkup
berlaku : prinsip territorial,
hanya berlaku di dalam wilayah kota kekuasaan penguasa.
Statuta ini akan tetap berlaku
terhadap siapa saja (warga kota ataupuan
pendatang / orang asing) yang berada dalam teritorial yang bersangkutan.
c. Statuta
Mixta
Ojek
pengaturan : perbuatan-perbuatan hukum oleh subjek hukum
atau perbuatan-perbuatan hukum terhadap benda-benda.
Lingkup
berlaku : prinsip teritorial,
berlaku atas semua perbuatan hukum yang terjadi atau dilangsungkan dalam
wilayah pengusaan kota.
Statuta ini berlaku terhadap siapa saja
(warga kota ataupun pendatang / orang asing) yang berada di wilayah kota yang
bersangkutan.
C.
Contoh Kasus
HPI
Kasus Gianni
Versace S.p.A melawan Sutardjo Jono.
Para pihak yang
bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat yang
merupakan badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia dan
berkedudukan di Italia. Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun
1978 oleh seorang desainer terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni
Versace S.p.A adalah salah satu perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan
ini mendesain, memproduksi dan mendistribusikan produknya yang berupa busana,
perhiasana, kosmetik, parfum dan produk fesyen sejenis.
Pada bulan
September 2000, Gianni Versace S.p.A bekerjasama dengan Sunland Group Ltd,
sebuah perusahaan terkemuka Australia membuka “Pallazo Versace”, yaitu sebuah
hotel berbintang enam yang terletak di Gold Coast Australia. Saat ini
kepemilikan Versace Group dipegang oleh keluarga Versace yang terdiri dari Allegra
Beck Versace yang memiliki saham 50%, Donatella Versace yang memiliki saham 20%
dan Santo Versace yang memiliki saham sebanyak 30%.
Saat ini Santo
Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella Versace merangkap
sebagai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Giannni Versace
S.p.A selaku penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang
melekat pada produk-produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum
Indonesia. Kemudian, pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara
Indonesia yang berkedudukan di Medan.
Kasus Posisi
Uraian posisi kasus Gianni Versace S.p.A melawan Sutardjo
Jono adalah sebagai berikut:
a) Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek “VERSUS”,
“VERSACE”, “VERSACE CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, yang mana Merek-Merek
tersebut telah dipakai, dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia
sejak tahun 1989 dan terdaftar pula di 30 negara lebih, sehingga Merek
penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b Undang-undnag No.15 Tahun 2001
tentang Merek dikualifikasikan sebagai Merek Terkenal, di mana Merek yang
disengketakan adalah Merek penggugat yang telah terdaftar pada kelas 9,18 dan
25.
b) Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek “V2
VERSI VERSUS” yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek
penggugat dan Merek milik tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama
dengan Merek-Merek milik penggugat.
c) Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk
yang hendak membonceng keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga
tergugat dapat menikmati keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan
produksinya yang membonceng Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya
permohonan pendaftaran Merek milik tergugat ditolak berdasarkan Penjelasan
Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek.
Uraian posisi
kasus di atas menunjukkan bahwa kasus ini merupakan pemboncengan atas Merek
Terkenal yang dilakukan oleh warga negara nasional.
Fakta-faktanya :
·
Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat yang merupakan
badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia dan berkedudukan di
Italia.
·
Perusahaan Gianni Versace S.p.A didirikan pada tahun 1978
oleh seorang desainer terkemuka bernama Gianni Versace. Gianni
Versace S.p.A adalah salah satu perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan
ini mendesain, memproduksi dan mendistribusikan produknya yang berupa busana,
perhiasana, kosmetik, parfum dan produk fesyen sejenis.
·
Pada bulan September 2000, Gianni Versace S.p.A
bekerjasama dengan Sunland Group Ltd, sebuah perusahaan terkemuka Australia
membuka “Pallazo Versace”, yaitu sebuah hotel berbintang enam yang terletak di
Gold Coast Australia.
·
Giannni Versace S.p.A selaku penggugat ini menjual
produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada produk-produk milik
penggugat telah dilindungi oleh hukum Indonesia. Kemudian, pihak tergugat
adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di
Medan.
·
Penggugat adalah pemilik yang berhak atas Merek “VERSUS”,
“VERSACE”, “VERSACE CLASSIS V2” dan “VERSUS VERSACE’, yang mana Merek-Merek
tersebut telah dipakai, dipromosikan serta terdaftar di negara asalnya Italia
sejak tahun 1989 dan terdaftar pula di 30 negara lebih, sehingga Merek
penggugat berdasarkan Pasal 6 ayat 1 Butir b Undang-undnag No.15 Tahun 2001
tentang Merek dikualifikasikan sebagai Merek Terkenal, di mana Merek yang
disengketakan adalah Merek penggugat yang telah terdaftar pada kelas 9,18 dan
25.
·
Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek “V2
VERSI VERSUS” yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek
penggugat dan Merek milik tergugat tersebut terdaftar dalam kelas yang sama
dengan Merek-Merek milik penggugat.
·
Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk
yang hendak membonceng keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat
dapat menikmati keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang
membonceng Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya permohonan
pendaftaran Merek milik tergugat ditolak berdasarkan Penjelasan Pasal 4
Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek
Titik Taut Primer :
Titik taut primer adalah
faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang memperlihatkan bahwa kita berhadapan
dengan peristiwa hukum perdata Internasional. Atau faktor-faktor dan
keadaan-keadaan yang memperlihatkan bahwa suatu hubungan atau peristiwa adalah
peristiwa hukum perdata Internasional.
Dalam kasus ini titit taut
primernya adalah kewarganegaraan yang berbeda dari para pihak, yaitu pihak
penggugat Gianni Versace S.p.A
berkewarganegaraan Italia, dan pihak tergugat Sutardjo
Jono
berkewarganegaraan Indonesia.
Titik Taut Sekunder :
Titik taut sekunder adalah
faktor-faktor dan keadaan-keadaan yang menentukan hukum Negara mana yang harus
berlaku dalam suatu peristiwa hukum perdata internasional.
Dalam
kasus ini titik taut sekundernya adalah Lex Loci Delicti Commisi (hukum tempat
perbuatan melawan hukum dilakukan).
Hukum Yang Berlaku :
Dalam kasus ini hukum yang
berlaku adalah hukum Indonesia sebagai Lex Loci Delicti Commissi, karena
perbuatan melawan hukum berupa penggunaan merek tanpa izin “V2 VERSI VERSUS” yang
mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek terkenal di dunia VERSUS”, “VERSACE”, “VERSACE CLASSIS V2” dan “VERSUS
VERSACE’,
dilakukan di wilayah Negara Indonesia.
No comments:
Post a Comment